MAJLIS TA'LIM ANNURUL KASSYAAF

Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, Dilahirkan di ulu palembang sumatra selatan pada tahun 1727 M atau beliau belajar ilmu agama pada ayahandanya dan kakeknya.

Meningkat usia dewasa Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, Hijrah ke Hadramaut ( Yaman Selatan ), meneruskan datuknya yaitu Al Imam Al'Arif Billah Quthbil Irsyad Wa Ghowtsil'Ibad Wal bilad Al Habib Abdulloh Bin Alwi Al Haddad R.A, yang dikenal dengan sebutan Shohibul Rotib Al Haddad. Beliau menetap di Hadramaut beberapa tahun lamanya, setelah kemudian beliau kembali ketempat kelahirannya di daerah ulu palembang sumatra selatan.

Pada tahun 1756 M, dalam usia kurang lebih 29 tahun, Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, pergi ke pulau jawa bersama Al'Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad R.A, dan 3 orang azami. Dari palembang dengan menggunakan perahu, adapun maksud dan tujuannya ingin mensyiarkan agama islam dan sekaligus berziarah ke beberapa tempat di antaranya ke Sohib Luar Batang ( Al Habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus R.A ), cirebon ( Sunan Gunung Jati R.A ), dan terus sampai ke surabaya ( Sunan Ampel R.A ). Ketika akan berangkat kepulau jawa Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, diserang dan dikejar-kejar oleh tentara belanda, akan tetapi tidak satupun peluru dan senjata meriam yang mengenai perahunya, dan didalam satu serangan tersebut tidak terjadi apapun pada diri Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, dan yang lainnya, Sehingga akhirnya tentara belanda itu pun menghentikan serangannya.

Hal ini merupakan bukti karomah Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, Beliau adalah seorang wali allah yang mengabdikan hidupnya hanya mensyiarkan agama islam didalam menegakkan kalimat tauhid dari tanah kelahirannya hingga sampai keluar daerah ( pulau sumatra, jawa dan yang lainnya ).

Dalam perjalanan kurang lebih 2 bulan lamanya, Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, singgah dibeberapa tempat ketika sedang perjalanan, perahu tersebut beserta rombongannya dihantam badai dan ombak yang disertai hujan yang sangat deras, sehingga semua perbekalan yang ada didalam perahu terhambur dan terlempar semua, adapun yang tersisa hanyalah beras yang tercecer beberapa liter saja, dan alat menanak nasi ( priuk ). Untuk menanak nasi saja beliau menggunakan kayu bakar dengan petak-petak perahu gagang dayung pun digunakannya. Lalu ketika perbekalan habis jubah beliau dimasukan kedalam priuk lalu beliau berdoa ketika dibuka jadilah nasi dengan karomahnya Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A.

Beberapa hari kemudian datang lagi badai dan ombak yang lebih besar disertai dengan hujan dan guntur yang menggelegar, sehingga perahu pun tidak dapat lagi dikendalikan dan akhirnya perahu beliau karam ( terbalik ). kejadian karamnya perahu tersebut mengakibatkan meninggalnya 3 orang dari azami. Adapun Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, dan Al Al'Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad R.A, Selamat lalu dengan susah payah beliau berenang untuk mencapai perahu yang dalam keadaan posisi terbalik.

Kemudian diatas perahu itu Beliau dapat melaksanakan sholat berjama'ah dan dilanjutkan dengan berdo'a. Didalam kondisi yang sudah lemah, kurang lebih 10 hari lamanya tidak makan, sampai akhirnya beliau jatuh sakit dan tidak dapat tertolong lagi oleh Al'Arif Billah Ali Al Haddad R.A sehingga wafatlah Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A.

Sedangkan Al'Arif Billah Ali Al Haddad R.A, masih dalam kondisi lemah duduk diatas perahu bersama jenazah Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A dan begitu juga priuk ( alat memasak nasi ) dan sebuah dayung yang masih ada itu terdorong oleh ombak, dan diiringi ribuan ikan lumba-lumba, sehingga akhirnya sampai ketepian pantai menanjung.

Rupanya semenjak kejadian itu terjadi, ditepi pantai ada beberapa orang yang melihat dan menyaksikan kejadian tersebut, sehingga ketika perahu mendarat ditepi pantai mereka langsung menolongnya, hingga dengan pertolongannya, diantara mereka itu ada beberapa pekerja ( kuli ) yang berasal dari banten dengan segera jenazah Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A dimaqamkan, sebagai tanda batu nisa yang ditancapkan dibagian kepalanya adalah dayung yang sudah pendek dan dibagian kaki ditancapkannya sebatang kayu kecil sebesar lengan anak kecil yang kemudian tumbuh menjadi pohon tanjung.

Adapun priuk nasinya ditaruh disis maqom, konon ceritanya priuk tersebut lama-lama bergesar dan akhirnya sampai kelaut. Dan banyak orang bercerita bahwa 3 atau 4 tahun sekali priuk itu timbul dilaut dengan ukuran sebesar rumah adanya. Di antara orang yang menyaksikan kejadian itu adalah perwira TNI yang bernama Ismali yang berpangkat Sersan Mayor tatkala ia sedang bertugas di waktu tengah malam, dia melihatnya langsung priuk tersebut.

Dengan sebab kejadian tersebut, maka banyak orang yang menamakan bahwa daerah itu, dengan sebutan Tanjung Priuk dan ada juga dengan sebutan Pondok Dayung yang artinya Dayung Pendek ( dialog bahasa sunda ). Setelah beberapa bulan lamanya Al'Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad R.A menetap didaerah itu, lalu melanjutkan perjalanannya sampai kepulau sumbawa hingga menetap selamanya disana.

Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A kurang lebih 23 tahun dimaqomkan, pemerintah balanda pada saat itu ingin bermaksud membangun pelabuhan didaerah itu. pada saat pembangunan berlangsung banyak sekali kejadian yang menimpa ratusan para pekerja ( kuli ) dan opsir belanda sampai menjadi bingung dan heran atas kejadian tersebut. Dan akhirnya menghentikan pembangunan yang sedang dilaksanakan.

Rupanya pemerintah belanda masih ingin melanjutkan pembangunan pelabuhan tersebut. dengan cara pengekeran dari seberang ( yang sekarang dok namanya ), alangkah terkejutnya pemerintah belanda saat itu, ketika dilihat maqom itu ada orang yang sedang duduk berjubah putih sedang memegang tasbih. Maka dipanggil beberapa orang mandor oelh pemerintah belanda untuk membicarakan peristiwa tersebut, yang akhirnya didapatkan kata sepakat yaitu untuk mencari orang yang berilmu, yang dapat berkomunikasi dengan orang yang berjubah putih tersebut yaitu Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhamamd Al Haddad R.A, Akhirnya merek bertemu dengan seseorang yang dimaksud yaitu orang berilmu ( seorang kyai ) untuk melakukan khatwal. Alhasil diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Apabila daerah ( tanah ) ini, akan dijadikan sebagai pelabuhan olah pemerintah belanda, tolong
sebelumnya pindahkanlah saya terlebih dahulu dari tempat ini.
2. Untuk memindahkan saya tolong hendaknya hubungi terlebih dahulu adik saya yang bernama
Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhamammad Al Haddad R.A yang bertempat tinggal didaerah ulu palembang sumatera selatan.

Akhirnya pemerintah belanda menyetujui atas permintaan Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A ( dalam khatwalnya ), kemudian dengan menggunakan kapal laut mengirim utusannya termasuk orang yang berilmu tadi ( seorang kyai ), untuk mencari Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A didaerah ulu palembang sumatera selatan.

Didalam pencariannya sangat mudah di ketemukan sehingga dibawalah langsung Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A, ke pulau jawa untuk membuktikan kebenarannya. Al'Arif Billa Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A, dalam khatwalnya membenarkan " Ini Adalah Maqam Saudaraku Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A yang sudah lama tidak ada kabarnya ".

Selama kurang lebih 15 hari lamanya Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A, menetap untuk melihat suasana dan akhirnya Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, dipindahkan di jalan Dobo yang masih terbuka dan luas, dalam proses pemindahan jasad Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, maih dalam keadaan utuh disertai aroma yang sangat wangi, sifatnya masih melekat kelopak matanya bergetar seperti orang hidup.

Setelah itu Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A, meminta kepada pemerintah belanda agar maqom Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, itu dipagar dengan kawat yang rapih dan baik, serta diurus oleh beberapa orang pekerja untuk mengurus maqom tersebut. Akhirnya pemerintah belanda memenuhi permintaan Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A itu.

Setelah permintaan dipenuhi Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A meminta waktu 2 sampai 3 bulan lamanya, untuk menjemput keluarga beliau yang berada didaerah ulu palembang sumatera selatan. Untuk kelancaran penjemputan pemerintah belanda pun memberikan fasilitas kepada beliau. Dalam kurun waktu yang dijanjikan Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A, kembali ke pulau jawa dengan membawa keluarga beliau.

Didalam kejadian pemindahan jenazah Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A tersebut banyak orang yang menyaksikan diantaranya :
1. Al Habib Muhammad Bin Abdulloh Al Habsyi R.A
2. Al Habib Ahmad Dinag Al Qodri dari gang 28
3. K.H Ibrohim dari gang 11
4. Bapak Hasan yang masih muda sekali pada masa itu.
5. Dan banyak lagi yang menyaksikan termasuk pemerintah belanda.

Yang kemudian bapak hasan itu, menjadi pengurus maqom Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, yang kesemuanya pada saat sekarang ini sudah meninggal dunia. Merekalah yang menjadi saksi dan mengatakan bahwa jasad Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, masih utuh dan kain kafannya masih mulus dan baik, selain itu wangi sekali harumnya.

Dipemakaman itulah dikebumikan kembali jasa beliau yang sekarang ini diwilayah pelabuhan PTK ( Terminal Peti Kemas ) koja utara, kecamatan koja, tanjung priuk jakarta utara. Setalah Pemindahan maqom, banyak orang yang berziarah ke maqom Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A tersebut sebagaimana diceritakan oleh puteranya Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al haddad R.A, yaitu Al'Arif Billah Al Habib Ahmad Bin Zein Al haddad R.A.

Pada tahun 1841 Al'Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A, digang 12 kelurahan koja utara, kedatangan tamu yaitu Al'Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad R.A, ( orang yang selamat dalam perjalanan dari ulu palembang sumatera selatan ke pulau jawa ) dan beliau menceritakan kejadian yang di alaminya bersama Al Imam Al'Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A beserta 3 orang dari azami yang disaksikan langsung oleh Al'arif Billah Al Habib Zein Al Haddad R.A, beserta puteranya Al'Arif Billah Al Habib Ahmad Al Haddad R.A, dari cerita itulah maka dijadikan manaqib maqom kramat situs sejarah tanjung priuk yang sekarang ini bertempat di jalan kramat situs sejarah tanjung priuk ( dalam pelabuhan peti kemas ( TPK ) koja tanjung priuk jakarta utara ).




MAJLIS TA'LIM ANNURUL KASSYAAF

Sayyidil Walid Mengatakan Ada 3 Ciri Orang Sholeh

Rupanya Sejuk Dipandang.

Kata-katanya yang keluar dari lisannya bagaikan salju yang menghujani padang pasir yang tandus dan kering.

Selalu dapat memberikan jalan keluar kepada ummat dari permasalahan duniawi.

MAJLIS TA'LIM ANNURUL KASSYAAF



Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi (Simtud Duror)

Al-Habib Al-Imam Al-Allamah Ali bin Muhammad bin Husin Al-Habsyi dilahirkan pada hari Juma’at 24 Syawal 1259 H di Qasam, sebuah kota di negeri Hadhramaut.

Beliau dibesarkan di bawah asuhan dan pengawasan kedua orang tuanya; ayahandanya, Al-Imam Al-Arif Billah Muhammad bin Husin bin Abdullah Al-Habsyi dan ibundanya; As-Syarifah Alawiyyah binti Husain bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri, yang pada masa itu terkenal sebagai seorang wanita yang solihah yang amat bijaksana.

Pada usia yang amat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari dan mengkhatamkan Al-Quran dan berhasil menguasai ilmu-ilmu zahir dan batin sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu. Oleh karenanya, sejak itu, beliau diizinkan oleh para guru dan pendidiknya untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali, dia menjadi pusat perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepimpinan tiap majlis ilmu, lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.

Selanjutnya, beliau melaksanakan tugas-tugas suci yang dipercayakan padanya dengan sebaik-baiknya. Menghidupkan ilmu pengetahuan agama yang sebelumnya banyak dilupakan. Mengumpulkan, mengarahkan dan mendidik para siswa agar menuntut ilmu, di samping membangkitkan semangat mereka dalam mengejar cita-cita yang tinggi dan mulia.

Untuk menampung mereka, dibangunnya Masjid “Riyadh” di kota Seiwun (Hadhramaut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang diperlengkapi dengan berbagai sarana untuk memenuhi keperluan mereka, termasuk soal makan-minum, sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan tenteram, bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan dengan keperluan hidup sehari-hari.

Bimbingan dan asuhan beliau seperti ini telah memberinya hasil kepuasan yang tak terhingga dengan menyaksikan banyak sekali di antara murid-muridnya yang berhasil mencapai apa yang dicitakannya, kemudian meneruskan serta menyiarkan ilmu yang telah mereka peroleh, bukan sahaja di daerah Hadhramaut, tetapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya – di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia.

Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih, sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat. Pertemuan-pertemuan keagamaan diadakan pada berbagai kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan dalam ruang lingkup yang luas sekali.

Beliau meninggal dunia di kota Seiwun, Hadhramaut, pada hari Ahad 20 Rabi’ul Akhir 1333 H dan meninggalkan beberapa orang putera yang telah memperoleh pendidikan sebaik-baiknya dari beliau sendiri, yang meneruskan cita-cita beliau dalam berdakwah dan menyiarkan agama.

Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bongsu; Al-Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta). Dia dikenal sebagai peribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan. Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabi’ul Awal 1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta.

Banyak sekali ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi yang telah dicatat dan dibukukan, di samping tulisan-tulisannya yang berupa pesan-pesan ataupun surat-menyurat dengan para ulama di masa hidupnya, juga dengan keluarga dan sanak kerabat, kawan-kawan serta murid-murid beliau, yang semuanya itu merupakan perbendaharaan ilmu dan hikmah yang tiada habisnya.

Dan di antara karangan beliau yang sangat terkenal dan dibaca pada berbagai kesempatan di mana-mana, termasuk di kota-kota di Indonesia, ialah risalah kecil ini yang berisi kisah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan diberinya judul “Simtud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya).



MAJLIS TA'LIM ANNURUL KASSYAAF

Hari Isnin, waktu Zohor tanggal 7 Rabi`ul Awwal 1428H (26 Mac 2007) kembali seorang lagi ulama kita ke rahmatUllah. Habib ‘Abdur Rahman bin Ahmad bin ‘Abdul Qadir as-Saqqaf dilahirkan di Cimanggu, Bogor. Beliau telah menjadi yatim sejak kecil lagi apabila ayahandanya berpulang ke rahmatUllah dan meninggalkan beliau dalam keadaan dhoif dan miskin. Bahkan beliau sewaktu-waktu terkenang zaman kanak-kanaknya pernah menyatakan: “Barangkali dari seluruh anak yatim, yang termiskin adalah saya. Waktu Lebaran, anak-anak mengenakan sandal atau sepatu, tapi saya tidak punya sandal apa lagi sepatu.”

Tapi kemiskinan tidak sekali-kali menghalangi beliau dalam menuntut ilmu agama. Bermula dengan pendidikan di Jamiat al-Khair, Jakarta, dan seterusnya menekuni belajar dengan para ulama sepuh seperti Habib ‘Abdullah bin Muhsin al-Aththas rahimahUllah yang lebih terkenal dengan panggilan Habib Empang Bogor. Beliau sanggup berjalan kaki berbatu-batu semata-mata untuk hadir pengajian Habib Empang Bogor. Selain berguru dengan Habib Empang Bogor, beliau turut menjadi murid kepada Habib ‘Alwi bin Thahir al-Haddad (mantan Mufti Johor), Habib ‘Ali bin Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Ali bin Husein al-Aththas (Habib Ali Bungur), Habib Ali bin ‘Abdur Rahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) dan beberapa orang guru lagi. Dengan ketekunan, kesungguhan serta keikhlasannya, beliau dapat menguasai segala pelajaran yang diberikan dengan baik. Penguasaan ilmu-ilmu alat seperti nahwu telah membuat guru-gurunya kagum, bahkan menganjurkan agar murid-murid mereka yang lain untuk belajar dengan beliau.

Maka bermulalah hidup beliau menjadi penabur dan penyebar ilmu di berbagai madrasah sehinggalah akhirnya beliau mendirikan pusat pendidikan beliau sendiri yang dinamakan Madrasah Tsaqafah Islamiyyah di Bukit Duri, Jakarta. Dunia pendidikan memang tidak mungkin dipisahkan dari jiwa almarhum Habib ‘Abdur Rahman, yang hampir seluruh umurnya dibaktikan untuk ilmu dan pendidikan sehingga dia disebut sebagai gurunya para ulama. Sungguh almarhum adalah seorang pembimbing yang siang dan malamnya menyaksikan keluhuran akhlak dan budi pekertinya, termasyhur dengan kelembutan perangainya, termasyhur dengan khusyu’nya, termasyhur dengan keramahannya oleh segenap kalangan masyarakat, orang-orang miskin, orang kaya, pedagang, petani, kiyai, ulama dan orang-orang awam yang masih belum mendapat hidayah pun menyaksikan kemuliaan akhlak dan keramahan beliau rahimahullah, termasyhur dengan keluasan ilmunya, guru besar bagi para Kiyai dan Fuqaha di Indonesia, siang dan malamnya ibadah, rumahnya adalah madrasahnya, makan dan minumnya selalu bersama tamunya, ayah dan ibu untuk ribuan murid-muridnya.

Selain meninggalkan anak-anak kandung serta ribuan murid yang menyambung usahanya, beliau turut meninggalkan karangan-karangan bukan sahaja dalam Bahasa ‘Arab tetapi juga dalam Bahasa Jawa dan Sunda. Karangannya pula tidak terbatas pada satu cabang ilmu sahaja, tetapi berbagai macam ilmu, mulai dari tauhid, tafsir, akhlak, fiqh hinggalah sastera. Antara karangannya yang dicetak untuk kegunaan santri-santrinya:-

1. Hilyatul Janan fi hadyil Quran;
2. Safinatus Sa`id;
3. Misbahuz Zaman;
4. Bunyatul Ummahat